Laman

Thursday, April 7, 2011

In Memoriam WS Rendra

harispriyatna.wordpress.com
Penyair besar itu pergi meninggalkan kita dengan sejuta gundah gulana: adakah lagi penjaga hati nurani?

Meski aku tak banyak kenal dan hafal puisi-puisi Rendra, tapi aku tahu dia orang hebat yang pantas aku kagumi dan teladani. Aku pertama mengenal Rendra dari buku pelajaran bahasa dan sastra untuk SMA, tapi buku itu bukan buku pelajaran yang kami pakai di sekolah. Itu buku bekas kakakku atau entah warisan dari siapa. Dari puisi Rendra yang aku baca di sana, aku merasakan ada getaran dan keindahan.

Rendra aku kenali lebih dalam melalui kelompok musik Kantata Takwa. Aku menyukai kelompok ini karena pentolannya adalah idolaku: Iwan Fals. Banyak lagu Kantata Takwa yang berasal dari puisi Rendra. Yang paling penting adalah Kesaksian. Lagu ini begitu menggetarkan dan menggugah nurani. Semacam kredo untuk para pembela kebenaran dan keadilan. Lagu itu berisi pernyataan keberpihakan kepada rakyat kecil dan penentangan kepada penguasa yang lalim.

Lagu lainnya adalah Paman Doblang dan Rajawali. Dalam lagu Paman Doblang ada bait puisi Rendra yang sangat terkenal:

Kesadaran adalah matahari

Kesabaran adalah bumi

Keberanian menjadi cakrawala

Dan perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata.

Ketika aku kuliah di Unpad, aku pernah menyaksikan Rendra membaca puisi langsung dari dekat. Saat itu, Rendra diundang oleh Fakultas Sastra Unpad untuk membacakan puisi. Rendra membacakan puisi-puisinya di pelataran kampus Fakultas Sastra. Yang aku ingat dari puisi yang dia baca adalah kalimat, “Ada tokek … ada tokek ….” Lantas ada juga puisi yang kata-katanya “Kacoa, ka-co-a ….” Kalau tidak salah itu dari kumpulan puisi Orang-Orang Rangkasbitung.

Setelah itu, aku pergi ke Mesjid Ibnu Sina di kampus Unpad untuk melaksanakan shalat Jumat. Alangkah senangnya aku, ternyata di dalam mesjid, aku duduk persis di belakang Rendra. Aku bertambah kagum kepadanya, dengan rambutnya yang gondrong dan keliarannya pada masa lalu, ternyata kini dia betul-betul taubat. Suka beribadah kepada Allah.

Dan sebagaimana dikabarkan pada hari kematiannya, hidup Rendra memang khusnul khatimah: dia meninggal dengan bahagia dan rasa cinta kepada Allah.

Puisi terakhirnya menunjukkan semua itu:
Aku lemas
Tapi berdaya
Aku tidak sambat rasa sakit
atau gatal

Aku pengin makan tajin
Aku tidak pernah sesak nafas
Tapi tubuhku tidak memuaskan
untuk punya posisi yang ideal dan wajar

Aku pengin membersihkan tubuhku
dari racun kimiawi

Aku ingin kembali pada jalan alam
Aku ingin meningkatkan pengabdian
kepada Allah

Tuhan, aku cinta padamu

Rendra
31 July 2009
Mitra Keluarga

Sumber: http://harispriyatna.wordpress.com/2009/10/06/in-memoriam-ws-rendra

No comments:

Post a Comment